Saturday 11 August 2018

#KurbanDiKitaAja : Nggak Repot dan Sesuai Panggilan Zaman

Gubernur DKI Anies Baswedan melarang saya dan para tetangga membeli dan berkurban di sekitar rumah kami! Bahkan pedagang hewan kurban dan pengurus masjid perumahan yang setiap tahunnya melaksanakan kegiatan kurban dengan “omzet” senilai ratusan juta tahun ini benar-benar dilarang melaksanakan kegiatan kurban. (Haiiis diskriminasi...orang beribadah kok dilarang? Dan aneka tuduhan lainnya berhamburan jika kita tidak mengerti kebaikan dibalik larangan tersebut). Instruksi gubernur nomor 123 tahun 2017 tentang pengendalian dan pemotongan hewan dengan radius 1 (satu) kilometer dari Equestrian Venues Pulomas dalam rangka dukungan penyelenggaraan Asian Games XVIII tahun 2018. Yess, bahkan perumahan tempat saya tinggal berhadapan langsung dengan Jakarta International Equestrian Park Pulomas. Pagar rumah keluarga saya hanya sekitar 300 meter dari gerbang Pacuan Kuda Pulomas.
Lantas apakah keluarga kami harus demonstrasi terhadap larangan ini? Oh NO, dan saya bersyukur karena dalam 3 tahun terakhir ini Almarhumah Ibu melaksanakan kurban melalui Dompet Dhuafa.


KURBAN TERAKHIR ORANG TUA
Kita diperintahkan Allah Swt melaksanakan kurban dibulan Dzulhijah setelah pelaksanaan wukuf Arafah bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci. Kita juga merayakan Hari Raya Idul Adha dimana Rasulullah menyatakan,"Hari Raya Kurban adalah hari untuk makan, minum dan zikir kepada Allah." (HR Muslim)
Tahun ini merupakan pertama kalinya saya akan merayakan Hari Raya Kurban tanpa memiliki kedua orang tua. Yatim piatu? Yess, tapi Alhamdulillah saya tidak ngenes...hehe, justru dengan status "yatim piatu" saya harus memberikan yang terbaik bagi saudara-saudara dalam iman yang tidak dapat merayakan Hari Raya Kurban dengan makan dan minum yang layak. Apalagi saya sudah pernah merasakan hari raya Idul Adha di Tanah Suci dalam artian saya sudah melaksanakan rukun Islam ke-5 (Ibadah haji, umroh serta beribadah dan berziarah ke Palestina) di usia 20-an sehingga kini saya tidak perlu "terbebani" dengan keharusan menyisihkan dana untuk biaya ibadah haji. Anggaran dana ibadah haji sudah sepatutnya saya gunakan untuk melaksanakan ibadah lainnya, dan tentunya melaksanakan ibadah kurban . Semoga saja dana tersebut dapat membangun sebuah istana di surga yang raja dan ratu-nya adalah kedua orang tua saya. Karena merekalah yang membiayai saya 2x keberangkatan beribadah haji dan Palestina.
Insya Allah, saya akan mengupayakan memberikan kurban terbaik setiap tahunnya seperti yang sudah dilakukan oleh kedua orang tua kami. Saya tidak ingat kurban terakhir yang dilakukan oleh Almarhum Ayah karena ketika itu saya masih belum dewasa. Kakak saya bercerita bahwa ketika itu Ayah membeli sapi yang besar dan membawa sapi itu ke rumah. Beberapa hari sapi tersebut membuat pekerjaan baru bagi kakak-kakak saya, dan menjelang hari Idul Adha beberapa kakak dan satpam perumahan mengajak panitia kurban masjid untuk membawa sapi besar tersebut ke masjid perumahan yang berjarak sekitar 300 meter dari rumah. Kebayang banget deh bagaimana pandangan tetangga kami yang sebagian besar non muslim melihat sapi berjalan di jalan aspal perumahan menengah keatas...hahaha...Yang menggiring sapi tersebut juga kewalahan karena memang tidak terbiasa “ngangon” sapi.

Kurban Terakhir Almarhum Ibu
Kurban terakhir Almarhumah Ibu dilakukan melalui Dompet Dhuafa. Keponakan saya yang diminta melakukan kurban melalui Dompet Dhuafa. Sebelumnya Ibu melakukan ibadah kurban di masjid dekat rumah kami sebelumnya, di Jakarta Pusat. Masjid tersebut merupakan wakaf dari sahabat Ibu, namun semenjak sahabat Ibu meninggal dunia dan masjid tersebut pengurusnya bukan anak kandung sahabatnya, Ibu berusaha mencari tempat pelaksanaan kurban yang dapat dipercaya.

Pamflet Hewan Kurban yang disimpan Ibu hingga akhir hayatnya
Hingga akhirnya beliau menerima bulletin Dompet Dhuafa milik saya yang bergambarkan kambing kurban. Ibu “kasak kusuk” ke kakak-kakak dengan mengatakan,”Anna tuh kurban di Dompet Dhuafa yach? Anna kurban disitu tapi Ibu kok nggak pernah lihat kambingnya yach?” – Ibu tak mau menanyakan langsung kepada saya karena “gengsi”. Diam-diam Ibu membaca bulletin dan majalah dari Dompet Dhuafa yang dulu rutin dikirimkan lewat post kepada saya. Alhamdulillah, Ibu percaya Dompet Dhuafa amanah dan bahkan bisa menebar hewan kurban ke daerah terpencil. Kurban terakhir yang Ibu bayarkan di peruntukkan di daerah pinggiran kota Semarang, kota dimana Ibu melahirkan 5 dari 8 anaknya. Ketika saya membereskan barang-barang Ibu ketika beliau sudah meninggal dunia di bulan Januari 2018, Masya Allah, saya menemukan 1 pamflet Satu Dasawarsa Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa yang beliau simpan. Seakan Ibu mengingatkan bahwa tahun ini giliran saya yang harus membeli hewan kurban kembali melalui Dompet Dhuafa. Yaa, Allah memang sudah mengaturnya bahwa saya tidak bisa melaksanakan kurban di daerah tempat tinggal saya.

SOCIOTRIP KURBANESIA : MENJAWAB PANGGILAN ZAMAN


Berkurban melalui Dompet Dhuafa sungguh saya rasakan sesuai dengan panggilan zaman. Tahun ini merupakan tahun pertama kami tidak boleh melakukan kurban di sekitar rumah, dan lagipula sekitar rumah kami adalah penduduk berada yang sehari makan 3x daging juga tidak masalah secara ekonomi, maka memang sudah selayaknya kami menebar hewan kurban kami ke berbagai daerah – bahkan hingga ke wilayah konflik atau bencana. Terpenting Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa menjawab tantangan zaman dengan memberdayakan peternak lokal dan menebar berkah daging kurban ke pelosok negeri. Bahkan kita dapat berbagi hewan kurban kita ke Palestina, Suriah dan Rohingya. 
Mana dimana anak kambing saya....Cacamarica hey hey...!
Hebat yach, hewan kurban kita bisa sampai menembus luar negeri . Semoga pahala-nya juga tersebar berlipat ganda, apalagi dengan berkurban melalui Dompet Dhuafa kita juga berperan memberdayakan peternak lokal. Wiiih, saya memimpikan peternakan di Indonesia bisa mengalahkan peternakan New Zealand! Ketika tinggal di New Zealand, saya senang berkeliling ke peternakan-peternakan pinggir kota di negara yang memiliki jumlah domba lebih banyak dari manusia-nya. Kwalitas hewan peternakan mereka juga baik.
Begitu mendapat kesempatan melakukan Sociotrip ke salah satu sentra ternak binaan Dompet Dhuafa saya sangat antusias! Dalam 1 tulisan yang saya baca domba Priangan Garut memiliki keunggulan yang setara dengan domba Barbados dan St. Croix di Eropa. Walaupun saya belum mengetahui apakah jenis domba ini yang dikembang biakan di Kampung Indonesia Berdaya Sentra Ternak Subang yang akan kami kunjungi, tetapi saya yakin Dompet Dhuafa memiliki standard tinggi yang dilakukan oleh tim quality control-nya.

Sentra Ternak Indonesia Berdaya Subang merupakan lahan wakaf yang dikelola oleh Dompet Dhuafa terletak di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe Kabupaten Subang memiliki 3 kandang ternak yang berjejer rapih. 1 kandang sebagai kandang pembibitan dan 2 kandang sebagai kandang penggemukan. Disekitar 3 kandang tersebut terhampar pepohonan pertanian, yakni kebun buah Naga, kebun buah Nanas dan kebun Jambu Kristal. Saya juga melihat pohon pepaya berderet diantara kebun buah Naga. Area Indonesia berdaya tidak memiliki limbah, karena limbah peternakan akan dimanfaatkan untuk perkebunan dan sebaliknya, limbah perkebunan akan dimanfaatkan untuk peternakan. Karena itulah maka hewan peternakan disini menggunakan kulit nanas sebagai makanan mereka setiap hari. Kulit nanas dicampur jerami, dedak dan pupuk area (sedikit saja).


Tentunya hewan yang diternak merupakan hewan kurban yang sehat dan berkwalitas. Salah satu ciri sehatnya adalah aktif, matanya cerah dan berat badan memenuhi standard hewan kurban. Makanya senang banget nih saya dengan kesempatan melongok langsung peternakan hewan kurban disini karena jadi mengerti kwalitas hewan yang kami kurbankan dalam beberapa tahun. Proses Quality Control Dompet Dhuafa memastikan hewan kurban layak dipotong dari aspek fisik, usia dan beratnya. Tentunya juga dipastikan juga kelayakan yang sesuai dengan syariah Islam.

Apa saja standard mutu hewan kurban Dompet Dhuafa? Simak yaaa...

  • Kesehatan dan Fisik : hewan jantan, tidak cacat, sudah berusia 1 tahun untuk domba/kambing dan 2 tahun untuk sapi atau sudah lepas gigi. 
  • Berat Badannya :

Domba/Kambing Standard 23 – 28 kg
Domba/Kambing Premium 29 – 35 kg
Sapi/Kerbau 250 – 300 kg

Pokoknya hewan yang tidak sesuai standard QC tidak akan dipilih sebagai hewan kurban. Lantas diapakan? Ya, dikonsumsi untuk sehari-hari. Di peternakan yang kami kunjungi itu domba-domba diberikan tanda untuk menentukan layak atau tidaknya domba tersebut dijadikan hewan kurban. Tanda merah untuk domba premium, tanda biru untuk domba layak kurban dan tanda hijau untuk domba cacat (tidak layak menjadi hewan kurban).
Hhhmmm apalagi yach yang ingin disampaikan dari Sociotrip Kurbanesia? Oh ya, Pak Abun, salah satu peternak yang kita temui mengatakan bahwa ada peningkatan ilmu dan penghasilan pada peternak yang ada disekitar sana. Ilmu mereka tentang cara memotong sesuai syariah dan bagaimana memotong bulu domba dengan baik juga bertambah berkat program Pemberdayaan Ekonomi Dompet Dhuafa. Selain kandang coloni yang berada di dalam area Indonesia Berdaya, juga terdapat kandang rakyat yang berada di rumah masyarakat sekitar. Walaupun dipelihara di kandang rakyat, tim QC DD tetap memberi ilmu dan memeriksa hewan yang bakal jadi hewan kurban itu. Target Kurbanesia Dompet Dhuafa tahun 2018 adalah tebar 25.000 hewan kurban di dalam negeri dan luar negeri.
Yuk ah, berkurban melalui Dompet Dhuafa saja! Sesuai perkembangan zaman, dapat dilakukan melalui smartphone loh atau dijemput dana-nya. Hewannya? Langsung diambil di peternakan-peternakan tersebut. Asyik khan, nggak seperti zaman Almarhum Ayah yang kami sekeluarga jadi tontonan tetangga karena mendadak ngangon sapi di perumahan tengah kota Jakarta...hahaha...
#KurbanDiKitaAja Informasi lebih detailnya bisa dilihat di kurban.dompetdhuafa.org

No comments:

Post a Comment