Tuesday 9 June 2020

Pelanggaran Dalam Kreativitas Iklan dan Promosi Rokok

Apakah kamu pernah perhatian dengan iklan rokok yang gencar di tayangkan oleh berbagai media? Menurut kamu bagaimana kesannya? Menurut saya kesan iklan rokok saat ini memang terlihat kreatif, bahkan seringkali memberikan kesan baik. Mengajak ke kebaikan. Apakah itu benar memiliki pesan moral yang mengajak kita mendapatkan kebaikan di kemudian hari? Semua orang sebenarnya setuju bahwa merokok adalah kebiasaan yang tidak ada untungnya. Lebih memprihatinkan kebiasaan merokok di masa sekarang di lakukan anak-anak di bawah umur.


Setiap tanggal 31 Mei diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS). Setiap tahun Badan Kesehatan Dunia (WHO) membuat tema yang berbeda-beda. Tahun 2020 yang menjadi tema HTTS adalah “Lindungi Kaum Muda dari Manipulasi Industri dan Cegah dari Konsumsi Rokok dan Nikotin”.
Di Indonesia, industri rokok sangat leluasa melakukan berbagai kegiatan untuk memanipulasi anak dan remaja melalui iklan, promosi, sponsor, kegiatan CSR, informasi misleading dan produk-produk baru. Nah, karena inilah sebagai blogger saya bersama dengan 19 blogger lainnya mengikuti Webinar Workshop Blogger HTTS 2020, dengan tajuk “Membedah Fakta Kebohongan Industri Rokok di era Post-Truth”.
Acara Webinar Workshop Blogger  HTTS 2020 di selenggarakan oleh Lentera Anak. Sebagai pembicara pada saat itu adalah : Kiki Soewarso (Communication Specialist Tobacco Control Support Center) , Bigwanto (TIM Focal Point Tobacco Control Policy Support in Indonesia SEATCA (South East Asia Tobacco Control Alliance) dan Hariadi (Data & Analyst Officer Lentera Anak)
Kami dijelaskan dan semakin mengerti fakta jahat industri rokok yang ditujukan ke anak muda sebagai calon konsumen di masa depan. Mengapa mereka mengincar pasar anak muda sebagai target pemasaran produk mereka? Karena industri rokok setiap tahun kehilangan 240.618 pelanggan setianya. Mereka meninggal dunia, dan angka ini setara dengan 668 orang perharinya. Tentunya dengan angka ini industri rokok sangat berkepentiingan menjaga kelangsungan bisnisnya, maka mereka melakukan pendekatan ke anak muda sebagai calon konsumen di masa depan.

Di era sekarang, dimana kemajuan teknologi semakin pesat – apalagi dengan kondisi masa pandemi yang akhirnya memaksa dunia nyata untuk semakin memperkuat teknologinya, terutama di bidang digital atau internet. Hal ini dengan cepat dimanfaatkan industri rokok untuk memanipulasi dengan iklan atau ide kreatifnya. Sepintas kaum muda merasa mendapat dukungan melakukan kegiatan-kegiatan positif dan kreatif, namun sesungguhnya mereka dimasukkan tentang “asyiknya” produk rokok ke alam bawah sadarnya. Kaum muda tidak hanya remaja atau dewasa muda, bahkan berdasarkan data yang di peroleh anak-anak di bawah umur (setingkat SD – SMP) telah merokok. Dalam Webinar Workshop HTTS 2020 kami menyaksikan film pendek. Di dalam film tersebut terdapat anak-anak dalam suatu majelis tidak jelas berkumpul di suatu tempat sambil merokok. Gaya mereka ala santri, tapi gayanya terlihat meniru orang dewasa. Lokasi dan pembuat film pendek tersebut tidak dijelaskan. Namun jelas bahwa film tersebut memberikan informasi betapa sudah parahnya generasi Indonesia yang sudah menikmati rokok di usia muda.


Dengan larangan tidak diperbolehkan menampakkan produksi rokok atau kata-kata ajakan merokok, kini industri rokok justru mengeluarkan aneka jurus mengajak kaum muda agar semangat, kreatif, kerjasama dan lainnya. Tidak hanya di media internet , namun juga di acara musik, olah raga, theater, dan aneka kegiatan kreatif lainnya. Di acara tersebut industri rokok melakukan branding secara serius dan halus. Oleh karenanya diharapkan kita sebagai masyarakat yang gemar menyaksikan atau terlibat di aneka kegiatan, usahakan tidak menggunakan industri rokok sebagai sponsor. Untuk saya pribadi, sesungguhnya saya jijik melihat iklan rokok atau kotak bungkus rokok. Hal ini disebabkan oleh foto-foto penyakit atau bagian tubuh yang rusak akibat dampak merokok. Foto-foto yang terdapat dalam bungkus atau beberapa poster rokok. Bahkan di minimarket atau cafe, jika saya melihat foto-foto menjijikkan tersebut, maka tidak segan saya batal transaksi di minimarket atau cafe itu.
Selain itu, dengan maraknya media social, maka banyak influencer yang menjadi pengiklan produk rokok. Alangkah baiknya jika kita yang pastinya juga dirugikan dengan produk rokok melakukan kampanye secara gencar tentang pentingnya hidup sehat. Dengan bergaya hidup sehat maka influencer akan menyatakan bahwa salah satu cara hidup sehat adalah menghindari rokok. Biasanya untuk hal ini influencer yang bergaya hidup sehat akan senang diminta untuk menyampaikan kampanye ini.

No comments:

Post a Comment