Tulisan ini saya tulis sebelum
Ibu saya meninggal dunia pada tanggal 29 January 2018. Cerita ketika saya
merancang perjalanan ke Singapore dan Johor Bahru Malaysia. Dari pengalaman ini
saya “kapok” membeli tiket promo atau penginapan berdiskon yang tidak bisa
refund/reschedule. Kenapa? Mungkin di akhir tulisan ini dapat diketahui mengapa
saya kapok membeli beraneka dengan “harga khusus”...
Tiket pesawat Cengkareng –
Singapore – Cengkareng dan penginapan selama 4 malam sudah terkonfirmasi dan
terbayar!
Berawal saat saya dan Erny, teman
semasa kuliah di UI yang semula berniat ketemuan di Gramedia untuk membayar
starter kit Oriflame ternyata malah tercetus untuk jalan bareng keluar negeri.
Latar belakangnya simple banget, yakni pasport kami di tahun 2017 tidak
terstempel dari imigrasi negara mana-pun juga. Yo wis-lah, pilih negara yang
dekat aja untuk kasih stempel ke pasport...hahaha...Awalnya Erny minta kita ke
Turky aja, tetapi uhuk anggaran saya belum sampai ke Turky aaah...Masih ada
keperluan lain. Lagipula kalau niat ke Turky atau negeri Eropa lainnya harus
direncanakan jauh bulan sebelumnya. Sedangkan Erny minta kami pergi bulan ini
juga, malah kalau bisa minggu depan – mumpung dia lagi bisa mengajukan cuti dan
kedua anaknya lagi nggak perlu ekstra perhatian. Kalau bulan depan salah satu
anak-nya harus sudah mempersiapkan ujian akhir, jadi dia harus mendampingi.
Selain itu sang suami sudah mengatakan bahwa ada anggaran untuk jalan-jalan
keluar negeri, tapi suaminya pasti lagi sibuk kerja jadi nggak bisa nemenin
plesiran keluar negeri. Eeeh, sekitar 3 jam dari ketemuan di Gramedia Matraman
itu, Erny kirim text dan foto pasport beserta bukti transfer uang ke rekening
saya untuk membeli tiket dan penginapan.
Mendadak jadi “travel consultant”
deh nih. Erny tidak menjelaskan detail mengenai travel style yang ia inginkan,
ketika saya tanyakan ia hanya menjawab,”Terserah elo deh, Na. Gw percaya sama
loe aja, khan elo yang pengalaman jalan-jalan disana...” Yeeey, emang sih daku
udah pengalaman banget ke Singapore, tetapi khan selama berkunjung ke Singapore
saya menggunakan fasilitas travel yang...penerbangan full serviced (Singapore
Airlines atau Garuda), hotel berbintang 4 – 5 (Pernah sekali bintang 3), makan
di restaurant full AC dan transport selain MRT, saya nggak segan membayar taksi
jika nggak mood naik MRT. Baiklah, daku akan membuat travel planning dengan
standard yang sedang-sedang saja...hahaha, pokoknya yang masih terjangkau tapi
nggak cari “susah”!
![]() |
Source : Jetsrar |
Penerbangan Jakarta – Singapore
Sebelumnya jika ke Singapore saya
selalu menggunakan penerbangan full service (Hanya yang di tahun 2012 saya
menggunakan JetStar yang bersyukurnya ontime dan cabin-nya banyak seat kosong.
Masih dapat roti dan air mineral juga. Tahun 1995 pernah juga naik airlines Sempati
yang sekarang sudah tidak beroperasi) . Kali ini saya mencoba LCC deh – apalagi
saya belum pernah menggunakan penerbangan Air Asia. Penasaran, pengen coba...
Bersyukur jam yang cocok penerbangannya memang Air Asia yang estimasi time
arrival-nya jam 14. Berarti khan pas siang, dan nggak kesorean. Begitu sampai
di Singapore kondisi masih terang dan saya juga bisa mencoba naik MRT dari
Changi ke penginapan/tengah kota. Selama ini saya selalu naik taksi atau
airport transfer dari pihak hotel jika ke tengah kota/hotel.
Pulangnya saya pilih penerbangan
Singapore – Jakarta dengan airlines JetStar yang departure time-nya pukul 11.
Nggak terlalu pagi dan nggak terlalu siang.
Untuk kedua penerbangan saya
tidak melakukan pembelian bagasi dan tidak juga membeli polis asuransi. Hanya 4
malam, jadi saya pikir bawaan kami tidak terlalu banyak-lah, masih bisa
ditampung cabin. Lagipula selama ini saya nggak pernah tuh beli bagasi, karena
penerbangan saya selama ini memperbolehkan menitip bagasi seberat 20 – 30 kg!
Pernah lebih dari segitu, masih nggak dikenakan pembayaran
tuh...hihihi...jangan ditiru perbuatan bodoh yang saya lakukan seperti cerita
saya disini : Luggage Terbatas?!...Nggak Deh!
Total yang harus kami berdua bayarkan untuk pembelian tiket pesawat
Jakarta – Singapore PP adalah Rp 2.282.396 ,-
Penginapan di Singapore dan Johor Bahru Malaysia
Semula kami berencana stay 2
malam di Singapore dan 2 malam di Malaysia. Namun saat ini saya kurang
mengetahui situasi dan kondisi imigrasi borders antara Malaysia – Singapore
terkini. Walaupun tidak berharap, namun saya pikir kami harus mempertimbangkan
hal kurang enak seperti antrian panjang, random check atau resiko lainnya jika
di hari terakhir kami berangkat dari Johor Bahru menuju Changi. Sedangkan jam 9
pagi kami sudah harus di Changi Airport.
Jadi saya susun rencana 2 malam
di Singapore, malam berikutnya di Johor Bahru Malaysia dan keesokan harinya
kami kembali bermalam di Singapore. Dengan penginapan yang berbeda. Yeaay,
sekalian supaya wistlist saya tercoret di point : Menginap di 99 penginapan.
Hotel di Singapore sudah terasa
mahalnya deh! Hahaha, untung saya sadarnya setelah berulangkali menginap di
berbagai hotel berbintang 4 – 5 di negeri ini. Karena ketika itu saya jajannya
dengan dollar juga, dan tinggal di New Zealand yang rate penginapannya juga
termasuk tinggi di dunia. Hhhmmm, maaf banget deh kalau saya orangnya selektif
sekali dalam urusan penginapan jika sedang travel. Bagi saya nggak masalah
membayar lebih tinggi demi kenyamanan dan keamanan, namun kok merasa “nggak tega” jika di Singapore
memilihkan hotel berbintang 4 – 5 ke teman saya ini yach? Apalagi ketika saya
ceritakan kepadanya mengenai penginapan dormitory di Singapore beserta
harganya. Ia sempat komentar,”Masaq sih, An, kita tidur sekamar sama orang
lain? Kita sekamar berdua aja deh...”
Baiklah saya pilih hostel yang
privat room aja deh, walaupun share bathroom. Semoga dapat hostel yang bersih
dengan harga terjangkau. Sebenarnya di daerah Geylang banyak hotel dengan harga
setara hostel, tetapi ....ampuuun, saya mah dibayarin/gratis nginap di Geylang
aja ogah – apalagi kalau pakek bayar! Seperti yang saya katakan tadi bahwa saya
orang yang rela bayar lebih tinggi demi kenyamanan dan keamanan. Apalagi pernah
ada kejadian, teman kakak beserta keluarganya menginap di salah satu hotel di
Geylang, dan mereka (termasuk anak-anaknya beserta lansia) mendengar
suara-suara desahan wanita yang tidak patut didengar oleh anak-anak beserta
lansia. Please , jangan remehkan hal ini deh karena berpengaruh ke psikologis
anak di kemudian hari. Kalau saya sih lebih sayang keluarga daripada uang yang
masih dapat diminta kepada Maha Pemberi Rezeki.
Pilihan penginapan adalah sebuah
hostel di daerah Clarke Quay untuk 2 malam di privat room. Saya sudah beberapa
kali ke Clarke Quay dan sangat suka dengan daerah sana. Bisa asyik kulineran di
malam hari. Akses-nya juga sangat mudah ke berbagai tempat populer di
Singapore. Malam ke-3 kami telah membayar 1 kamar HOTEL di Johor Bahru
Malaysia. Malam ke-4 kami kembali berniat bermalam di Singapore, tepatnya di
daerah Bugis. Sebenarnya agak “menyesal” memilih penginapan hari terakhir ini.
Memang privat room, tetapi kok kamarnya lebih keren kamar kost ketika kami
berdua kost di Kukusan Beji Depok yach?
Saat saya menghubungi call centre untuk cancel penginapan
tersebut dan menggantinya ke penginapan yang lebih nyaman (walaupun dengan
harga tinggi), ternyata uang-nya tidak bisa di-refund. Yo wis-lah, menghibur
diri aja dengan kalimat,”Toch kita nanti hanya tidur di kamar sebentar. Paginya
kita harus udah ke airport dan kembali ke Indonesia.” Untungnya waktu kakak check penginapan ini ke googlemaps kakak mengatakan,”Lah ini mah tepat banget di depan
Bugis Junction...ini tepat di depan taxi stand yang biasa kita nunggu taxi
kalau disana. Strategis banget nih, bagus...yaaa,tapi sepertinya kamarnya emang
apek!” Kembali saya menghibur diri,”Oke...oke...daerahnya strategis dan bagus
kok. Berada di jalan raya. Di depan pertokoan yang sering kami kunjungi jika
berkunjung ke Singapore.”
Pelajaran Untuk Sebuah Harga Hemat
Setelah melihat dana yang kami
bayarkan untuk transport dan penginapan, saya merasa ini penghematan bagi saya
yang terbiasa menggunakan penerbangan full serviced serta menginap di hotel
berbintang 4 – 5. Namun pertanggal 23 Januari 2018 saya menganggap penghematan
ini sangat merugikan! Mengapa? Karena semua tidak dapat di-refund dan
di-reschedule! Sementara tepat seminggu sebelum keberangkatan Ibu saya
di-opname di rumah sakit. Seumur hidup saya tidak pernah mengalami Ibu dirawat
di rumah sakit. Tahun 2016 Ibu pernah sakit dan kami ‘hanya’ memanggil dokter,
perawat berikut ambulan ke rumah. Mereka mengatakan Ibu tidak perlu dibawa ke
rumah sakit.
Sekarang jika saya melakukan
pembatalan terhadap perjalanan ini, maka dana nyaris Rp 5 juta melayang.
Terutama sekali saya sudah berjanji kepada teman untuk menemaninya. Alhamdulillah ,Kakak-kakak
saya mengerti kondisi ini. Saya berdoa dan meminta kepada Maha Pengasih dan
Penyayang agar kondisi Ibu stabil selama saya pergi memenuhi janji ini.
Tentunya ini pelajaran berharga untuk saya pribadi, bahwa saya tidak perlu
berhemat-hemat dana. Uang masih bisa di dapatkan jika kita bekerja, Maha
Pemberi Rezeki pasti akan memberi. Namun waktu tidak akan pernah kembali dan
terbeli dengan berapapun uang yang kita miliki.
No comments:
Post a Comment