Pernah dengar istilah ‘eating
clean’? Saya mengetahui pola makan ini sejak tahun 2014 dari
beberapa account Instagram yang saya ikuti. Salut dengan orang-orang yang
mengikuti pola makan untuk mencapai kesehatan yang optimal. Sebagian besar
diantara mereka memiliki masalah dengan kesehatan pribadi. Pasangan dan
anak-anaknya. Sedangkan saya sangat bersyukur karena di masa dewasa ini saya
berkunjung ke dokter bisa dihitung dengan sebelah jari tangan. Tentunya karena
saya mengalami keluhan di tubuh yach, bukan sekedar menjenguk atau ke
silaturahim ke dokter. Secara gitu kakak saya ke-7 adalah seorang dokter yang juga dosen di
fakultas kedokteran PTN Jakarta, suaminya alias kakak ipar juga dokter
spesialis kandungan, sedangkan anak pertama mereka alias keponakan saya adalah
sarjana kedokteran yang saat ini sedang praktek agar mendapat gelar dokter-nya
di sebuah rumah sakit di Jawa Tengah. Paling-paling untuk urusan ‘pengobatan’
saya hanya menodong air kangen bergalon-galon ke mereka karena di klinik milik
mereka terdapat mesin air tersebut. Padahal mereka juga jarang memanfaatkan
mesin tersebut....hahaha...wis, gak opo, yang penting saya bisa
memanfaatkannya! Jadi saya ke dokter urusannya ya untuk ini deh, bukan karena
gangguan kesehatan...hihihi...
![]() |
Saya pilih buah lokal non pestisida untuk kesehatan (Pic.Pixabay) |
Saya sampai tidak ingat kapan
terakhir kalinya saya ke dokter/rumah sakit karena gangguan kesehatan.
Bersyukur banget deh! Pada tanggal 27 July 2017 saya sempat konsultasi ke
dokter dan ahli gizi di sebuah klinik terkenal. Hasilnya? Saya dinyatakan
sehat. Alhamdulillah.
Tetapi biar bagaimanapun juga
saya harus tetap menjaga kesehatan dan kebugaran. Tampak tampang memang keibuan
(Sejak SMP saya memang sudah keibuan...hahaha), tetapi tubuh harus awet sehat
dan muda dong. Pada saat check kesehatan tubuh saya berusia 29 tahun, berarti
jika meningkatkan pola hidup sehat umur tubuh saya bisa kembali ke 17 tahun
dong yaaa? Hahaha....wiiih, jadi ingat para berondong yang saat ini banyak
nikahin nenek-nenek. Siapa tahu ya usia tubuh si Nenek lebih sehat dan muda
dari single usia 20an.
![]() |
Carolyn Hartz ketika usia 68 tahun (2015). Foto saya ambil dari Instagramnya. |
Contohnya saja Carolyn Hartz
wanita asal Perth Western Australia yang berusia 70 tahun tetapi memiliki
stamina yang sangat okay! Silakan dilihat foto-foto sang Nenek nan sehat bugar
ini. Pola hidup yang paling menonjol pada dirinya adalah : Menghindari gula dan rajin berolah raga.
Jangan ada yang
protes,”Ah, masih kelihatan kok kalau dia sudah berumur. Di beberapa bagian
kulit tubuhnya masih ada kerutan.” Yaaeeelaaah, Mbak...ini justru alamiah loh.
Kalau terlalu kencang licin kulitnya itu bisa jadi karena ia suntik botox atau
melakukan tindakan lain yang tidak alami. Tetapi Carolyn Hartz masih sehat dan
dapat beraktifitas di usia-nya yang sudah lansia. Jompo gitu bahasa kasarnya!
Namun si nenek cantik ini dapat terus
berkreasi, beraktifitas dan produktif. Saya terinspirasi dengan hal ini, karena
saya bercita-cita, jika saya sampai dianugrahkan oleh-NYA sampai seusia dirinya maka saya harus sehat
mandiri, produktif, bermanfaat bagi banyak umat dan tidak merepotkan orang lain
(Justru harus membantu orang lain!), bahkan saya ingin jadi lansia yang
melakukan solo traveler...hahaha. Jadi teringat “Kakek Nenek” homestay saya di
Point Chevalier Road, Auckland New Zealand. Kakek saya berusia 75 tahun, tetapi
jago menggunakan komputer, komunikasi dengan anak-anaknya yang tinggal di
Australia menggunakan internet/teleconference. Beliau juga masih mengendarai
mobil-nya sendiri, daaan...beliau rajin membereskan/membersihkan kamar tidur
saya, mencuci pakaian saya dan memasakkan kami makan malam...huaaa....Hiks,
bukan saya malas, tetapi ini beliau lakukan jika saya sedang ke kampus dan
menurutnya pembayaran kamar saya termasuk dengan service ini
Eating Clean...yeaaah!
Kembali lagi ke soal eating clean. Tahun 2014 saya masih
sekedar makan yang “bersih-bersih” saja. Memang sejak dahulu jarang makan di
warteg sih! Pada saat itu saya berasumsi bahwa eating clean harus mengeluarkan biaya diatas rata-rata. Maklumlah,
yang saya lihat di instagram itu khan catering dan serba organik. Beberapa kali
memesan menu clean eating dari catering yang ada di instagram. Belum ada online
courier macam gojek, jadi untuk biaya pengantarannya saja Rp 55.000 dalam 1
kali antaran.
Bulan Juni 2017 – Ramadhan 1438 H
saya menghadiri undangan di Blibli.com Head Office tentang Eating Clean dengan
pembicara Inge Tumiwa. Disini saya merasa diingatkan kembali untuk memulai pola
hidup untuk mencapai kesehatan yang optimal.
Dari situ saya benar-benar
mengurangi gula secara drastis, sebisa mungkin menghindari makanan kemasan dan
bumbu instan, jika ke restaurant selalu berpesan untuk tidak menggunakan MSG
dan gula. Sejak 3 bulan ini saya tidak pernah makan di fastfood resto ayam
boiler yang penuh dengan tepung dan minyak itu! Perlahan tapi pasti dan tidak
ekstrem-lah, toch makanan-makanan yang sebenarnya tidak sehat itu masuk
kategori halal – bahkan memiliki sertifikat halal MUI (walaupun tidak
thoyib...hihihi, bang thoyib 3x lebaran nggak pulang-pulang!)
Sabtu, 5 Agustus 2017 saya kembali
mengikuti Book Sharing : ‘Panduan
Mudah Eating Clean’ di Plaza Bintaro di Tangerang Selatan. Niat banget yak?
Kebetulan saja sih paginya saya mengikuti talkshow tentang Content Creator di Tantry Abeng University yang tidak terlalu jauh
dengan Bintaro. Sekaligus saya ajak Tante E agar ia juga bisa belajar tentang
apa yang sedang saya pelajari. Kalau saya minta masakin khan jadi nggak perlu
saya arahkan lagi dengan detail...hihihihi...
DI Gramedia Bintaro Plaza ini
saya baru membeli buku ke-2 Panduan Mudah Eating Clean : Makan Pintar Makan Benar
karya Ibu Inge. Padahal udah masukin di keranjang belanja di Blibli, tetapi 2
hari sebelumnya di ecommerce tersebut
yang kebelinya justru tempat sampah, underwear dan gantungan tas...
Seusai acara talkshow buku Eating
Clean, saya dan Tante E berkeliling mencari makanan yang sehat dan lezat, namun
sayangnya yang ada disana adalah resto-resto fastfood yang banyak
bertebaran di mall lainnya. Terpaksa deh kami makan di BMK, pesan Soto Iga dan
Soto Betawi. Pesan ke waiter-nya untuk tidak menggunakan MSG dan gula, tetapi
menurutnya semua sudah tercampur di kuah...hiks....makan sekedar kenyang
deh,karena saya sudah tidak merasakan kelezatan pada masakan yang sudah
dicemari MSG, gula dan bumbu instan.
Masukan saya untuk pengusaha
restaurant di Indonesia : Tolong untuk menyediakan nasi merah, makanan non MSG
and no add sugar, no bumbu instan dan menggunakan minyak kelapa. Setidaknya
dengan memenuhi aturan ini saya masih akan rajin makan di resto-resto seperti
ini dan merekomendasikan kepada rekan dan saudara serta menuliskan-nya di blog
BERITA KULINER dan Instagram @balqis57 . Jika tidak memenuhi aturan ini, belum
tentu saya setahun sekali makan di resto tersebut dan tidak akan
merekomendasikannya kepada rekan atau saudara saya. Yuk ah, hidup sehat dengan
pola makan eating clean yang ternyata lebih hemat dan sehat!
salut mba,
ReplyDeletesaya justru masih susah banget buat eat clean :(
Yuk eat clean...bikin hemat dan sehat :)
DeleteMindsetnya yg harus dirubah, berpikir mudah dong...hehehe...Saya juga belum 100% kok. Makanan sehari2 diusahakan eating clean, tp masih suka entertainment dgn makanan lain. Tp setelah itu 'sibuk' ngedetoks kalau sampai kebablasan :))