Tuesday 8 August 2017

Eating Clean, My New Lifestyle Agar Tetap Sehat dan Bahagia

Pernah dengar istilah ‘eating clean’? Saya mengetahui pola makan ini sejak  tahun 2014 dari beberapa account Instagram yang saya ikuti. Salut dengan orang-orang yang mengikuti pola makan untuk mencapai kesehatan yang optimal. Sebagian besar diantara mereka memiliki masalah dengan kesehatan pribadi. Pasangan dan anak-anaknya. Sedangkan saya sangat bersyukur karena di masa dewasa ini saya berkunjung ke dokter bisa dihitung dengan sebelah jari tangan. Tentunya karena saya mengalami keluhan di tubuh yach, bukan sekedar menjenguk atau ke silaturahim ke dokter. Secara gitu kakak saya ke-7 adalah seorang dokter yang juga dosen di fakultas kedokteran PTN Jakarta, suaminya alias kakak ipar juga dokter spesialis kandungan, sedangkan anak pertama mereka alias keponakan saya adalah sarjana kedokteran yang saat ini sedang praktek agar mendapat gelar dokter-nya di sebuah rumah sakit di Jawa Tengah. Paling-paling untuk urusan ‘pengobatan’ saya hanya menodong air kangen bergalon-galon ke mereka karena di klinik milik mereka terdapat mesin air tersebut. Padahal mereka juga jarang memanfaatkan mesin tersebut....hahaha...wis, gak opo, yang penting saya bisa memanfaatkannya! Jadi saya ke dokter urusannya ya untuk ini deh, bukan karena gangguan kesehatan...hihihi...

Saya pilih buah lokal non pestisida untuk kesehatan (Pic.Pixabay)

Saya sampai tidak ingat kapan terakhir kalinya saya ke dokter/rumah sakit karena gangguan kesehatan. Bersyukur banget deh! Pada tanggal 27 July 2017 saya sempat konsultasi ke dokter dan ahli gizi di sebuah klinik terkenal. Hasilnya? Saya dinyatakan sehat. Alhamdulillah.
Tetapi biar bagaimanapun juga saya harus tetap menjaga kesehatan dan kebugaran. Tampak tampang memang keibuan (Sejak SMP saya memang sudah keibuan...hahaha), tetapi tubuh harus awet sehat dan muda dong. Pada saat check kesehatan tubuh saya berusia 29 tahun, berarti jika meningkatkan pola hidup sehat umur tubuh saya bisa kembali ke 17 tahun dong yaaa? Hahaha....wiiih, jadi ingat para berondong yang saat ini banyak nikahin nenek-nenek. Siapa tahu ya usia tubuh si Nenek lebih sehat dan muda dari single usia 20an.

Carolyn Hartz ketika usia 68 tahun (2015). Foto saya ambil dari Instagramnya.
Contohnya saja Carolyn Hartz wanita asal Perth Western Australia yang berusia 70 tahun tetapi memiliki stamina yang sangat okay! Silakan dilihat foto-foto sang Nenek nan sehat bugar ini. Pola hidup yang paling menonjol pada dirinya adalah : Menghindari gula dan rajin berolah raga



Jangan ada yang protes,”Ah, masih kelihatan kok kalau dia sudah berumur. Di beberapa bagian kulit tubuhnya masih ada kerutan.” Yaaeeelaaah, Mbak...ini justru alamiah loh. Kalau terlalu kencang licin kulitnya itu bisa jadi karena ia suntik botox atau melakukan tindakan lain yang tidak alami. Tetapi Carolyn Hartz masih sehat dan dapat beraktifitas di usia-nya yang sudah lansia. Jompo gitu bahasa kasarnya! Namun si nenek cantik ini  dapat terus berkreasi, beraktifitas dan produktif. Saya terinspirasi dengan hal ini, karena saya bercita-cita, jika saya sampai dianugrahkan oleh-NYA  sampai seusia dirinya maka saya harus sehat mandiri, produktif, bermanfaat bagi banyak umat dan tidak merepotkan orang lain (Justru harus membantu orang lain!), bahkan saya ingin jadi lansia yang melakukan solo traveler...hahaha. Jadi teringat “Kakek Nenek” homestay saya di Point Chevalier Road, Auckland New Zealand. Kakek saya berusia 75 tahun, tetapi jago menggunakan komputer, komunikasi dengan anak-anaknya yang tinggal di Australia menggunakan internet/teleconference. Beliau juga masih mengendarai mobil-nya sendiri, daaan...beliau rajin membereskan/membersihkan kamar tidur saya, mencuci pakaian saya dan memasakkan kami makan malam...huaaa....Hiks, bukan saya malas, tetapi ini beliau lakukan jika saya sedang ke kampus dan menurutnya pembayaran kamar saya termasuk dengan service ini

Eating Clean...yeaaah!
Kembali lagi ke soal eating clean. Tahun 2014 saya masih sekedar makan yang “bersih-bersih” saja. Memang sejak dahulu jarang makan di warteg sih! Pada saat itu saya berasumsi bahwa eating clean harus mengeluarkan biaya diatas rata-rata. Maklumlah, yang saya lihat di instagram itu khan catering dan serba organik. Beberapa kali memesan menu clean eating dari catering yang ada di instagram. Belum ada online courier macam gojek, jadi untuk biaya pengantarannya saja Rp 55.000 dalam 1 kali antaran.
Bulan Juni 2017 – Ramadhan 1438 H saya menghadiri undangan di Blibli.com Head Office tentang Eating Clean dengan pembicara Inge Tumiwa. Disini saya merasa diingatkan kembali untuk memulai pola hidup untuk mencapai kesehatan yang optimal.


Dari situ saya benar-benar mengurangi gula secara drastis, sebisa mungkin menghindari makanan kemasan dan bumbu instan, jika ke restaurant selalu berpesan untuk tidak menggunakan MSG dan gula. Sejak 3 bulan ini saya tidak pernah makan di fastfood resto ayam boiler yang penuh dengan tepung dan minyak itu! Perlahan tapi pasti dan tidak ekstrem-lah, toch makanan-makanan yang sebenarnya tidak sehat itu masuk kategori halal – bahkan memiliki sertifikat halal MUI (walaupun tidak thoyib...hihihi, bang thoyib 3x lebaran nggak pulang-pulang!)


Sabtu, 5 Agustus 2017 saya kembali mengikuti Book Sharing :  Panduan Mudah Eating Clean’ di Plaza Bintaro di Tangerang Selatan. Niat banget yak? Kebetulan saja sih paginya saya mengikuti talkshow tentang Content Creator di Tantry Abeng University yang tidak terlalu jauh dengan Bintaro. Sekaligus saya ajak Tante E agar ia juga bisa belajar tentang apa yang sedang saya pelajari. Kalau saya minta masakin khan jadi nggak perlu saya arahkan lagi dengan detail...hihihihi...
DI Gramedia Bintaro Plaza ini saya baru membeli buku ke-2 Panduan Mudah Eating Clean : Makan Pintar Makan Benar karya Ibu Inge. Padahal udah masukin di keranjang belanja di Blibli, tetapi 2 hari sebelumnya di ecommerce tersebut yang kebelinya justru tempat sampah, underwear dan gantungan tas...
Seusai acara talkshow buku Eating Clean, saya dan Tante E berkeliling mencari makanan yang sehat dan lezat, namun sayangnya yang  ada disana adalah resto-resto fastfood yang banyak bertebaran di mall lainnya. Terpaksa deh kami makan di BMK, pesan Soto Iga dan Soto Betawi. Pesan ke waiter-nya untuk tidak menggunakan MSG dan gula, tetapi menurutnya semua sudah tercampur di kuah...hiks....makan sekedar kenyang deh,karena saya sudah tidak merasakan kelezatan pada masakan yang sudah dicemari MSG, gula dan bumbu instan.

Salah 1 outlet/resto yang saya pilih jika ingin makan di Grand Indonesia dan Kelapa Gading. Outlet ini menjamin beberapa point sehat, seperti non MSG, bubuk rempah asli/tanpa bumbu instan, air mineral dan minyak nabati...plis minyak nabatinya minyak kelapa aja yaaa :))
Masukan saya untuk pengusaha restaurant di Indonesia : Tolong untuk menyediakan nasi merah, makanan non MSG and no add sugar, no bumbu instan dan menggunakan minyak kelapa. Setidaknya dengan memenuhi aturan ini saya masih akan rajin makan di resto-resto seperti ini dan merekomendasikan kepada rekan dan saudara serta menuliskan-nya di blog BERITA KULINER dan Instagram @balqis57 . Jika tidak memenuhi aturan ini, belum tentu saya setahun sekali makan di resto tersebut dan tidak akan merekomendasikannya kepada rekan atau saudara saya. Yuk ah, hidup sehat dengan pola makan eating clean yang ternyata lebih hemat dan sehat!

2 comments:

  1. salut mba,
    saya justru masih susah banget buat eat clean :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuk eat clean...bikin hemat dan sehat :)
      Mindsetnya yg harus dirubah, berpikir mudah dong...hehehe...Saya juga belum 100% kok. Makanan sehari2 diusahakan eating clean, tp masih suka entertainment dgn makanan lain. Tp setelah itu 'sibuk' ngedetoks kalau sampai kebablasan :))

      Delete