Judul Buku: Jelajah
Tiga Daulah : Journey to Andalusia
Penulis: Marfuah
Panji Astuti
Photografer :
Muhammad Herlambang
Penyunting: Marina
Ariyani
Desain Cover : Yanyan
Wijaya
Ilustrasi Cover :
Arkhan Studio
Penerbit: Bhuana Ilmu
Populer
Terbit: 2017
Tebal: 190 hlm.
ISBN:
978-602-394-391-3
Tidak banyak generasi muda Muslim
yang masih mengetahui jejak sejarah Andalusia. Sebenarnya Andalusia adalah
sejarah yang paripurna, negeri sejuta cahaya, tempat segala hal hebat berawal.
Islam pernah menyinari negeri itu dengan ilmu pengetahuan, peradaban dan
kemanusiaan selama 800 tahun. Lebih dari 2/3 sejarah Islam ada di sana.
Kalkulus, algoritma,
trigonometri, aljabar adalah hasil pemikiran ilmuwan muslim bagi kemajuan
peradaban. Tanpa penemuan-penemuan itu, tidak akan ada revolusi digital yang
kita nikmati saat ini. Catatan perjalanan ini bukan sekedar menjelaskan bahwa
Islam pernah berada di Andalusia, wilayah yang kini bernama Spanyol, Portugal,
dan sebagian Perancis – bukan di Turki – tapi juga mengingatkan bahwa benderang
itu bersumber dari Islam.
Demikian yang tertulis di cover
buku seri pertama ‘Jelajah Tiga Daulah’
. Daulah atau dinasti adalah keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya
berasal dari satu keluarga. Tiga daulah besar yang pernah menguasai peradaban
dunia adalah : Daulah Umayah (Damaskus 661 – 750 , Andalusia 711 – 1492),
Daulah Abbasiyah (750 – 1258) dan Daulah Utsmani atau Ottoman (1299 – 1923).
Tiga daulah ini-lah yang dibukukan oleh Penerbit
BIP – Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia) dengan seri pertama adalah
‘Journey to Andalusia’ yang ditulis oleh Marfuah
Panji Astuti.
Penulis yang dikenal juga dengan
nama Uttiek Herlambang memiliki background sebagai wartawan di Kelompok Kompas
Gramedia. Menurut saya hal ini menguatkan tulisannya dalam buku ini. Uttiek
menyusun tulisannya secara runut, cerita perjalanannya – berawal dari prolog,
diceritakan bahwa ia sangat terkesan oleh dongeng pengantar tidur dari
Papi-nya. Memiliki favorit cerita mengenai perjuangan Shalahuddin Al-Ayubi
dalam membebaskan Al-Quds (Yess,Mbak Uttiek, kita sama-sama kagum akan
perjuangan Shalahuddin Al-Ayubi, namun saya berawal dari film-nya!). Timbullah
impian itu, berkunjung ke negeri-negeri “dongeng” yang sesungguhnya nyata di
masa lalu. Satu persatu negeri tersebut terkunjungi, hingga terwujudlah buku ‘Jelajah
Tiga Daulah : Journey to Andalusia’.
Perjalanan dimulai dari sebuah
negeri di Afrika bernama Maroko. Mengapa dimulai dari Maroko? Karena penulis
ingin menapak tilasi jejak perjuangan Musa bin Nushair dan panglimanya Thariq
ibn Ziyad saat menaklukkan semenanjung Iberia. Dari kota Cassablanca di negeri
Maroko perjalanan dilanjutkan menuju kota Rabat – Fes – Tangier kemudian
menyeberang Selat Gibraltar ke Tarifa, lalu masuk Andalusia yang sudah di benua
Eropa.
Di sebuah dusun, nun jauh di satu
titik di Benua Afrika , benderang itu muncul. Al Qarawiyyin, nama dusun itu.
Sejak 859 telah berdiri universitas yang menawarkan gelar kesarjanaan, sebuah
sistem pendidikan yang masih dipergunakan hingga saat ini. Hal hebat lainnya,
pendirinya adalah seorang perempuan. Anak saudagar kaya bernama Fatimah Al
Fikhri yang mendermakan sebagian kekayaannya untuk mengongkosi universitas yang
didirikannya. Seratus tahun kemudian Universitas Al-Azhar yang termasyur di
Mesir berdiri, dan tiga abad kemudian, Universitas di Oxford mengikuti.
(hal.40)
Dari bagian ini kita akan
mengerti bahwa sesungguhnya peradaban dunia berawal dari Islam, yang patut
dimengerti pula bahwa ternyata pendiri universitas pertama di dunia adalah
seorang Muslimah. Allah Akbar...Masya Allah! Universitas yang berusia lebih
dari 1000 tahun lalu dan menjadi sumber cahaya keilmuan di dunia. Universitas
Al Qarawiyin (Jami’ah Al Qarawiyin) dalam Guiness
Book of World Records mencatatkannya!
[Ah, saya jadi teringat oleh
kenalan saya yang dulu belajar disini. Disela waktu belajarnya kami seringkali
chatting melalui Y!M...Dimana dia sekarang yach?]
Perpustakaan universitas ini
menyimpan karya-karya fenomenal, disamping kurikulumnya yang sempurna dan
murid-muridnya dari berbagai penjuru dunia. Banyak ilmuwan termasyur yang
mencicipi pendidikan disini, seperti Al-Idrisi sang kartografer (pembuat peta),
Ibn Khaldun atau Al-Arabi. Tidak hanya orang Islam, Gebert of Aurillac, yang
kelak dikenal sebagai Paus Sylvester II, hingga filsuf Yahudi Maimonides,
pernah mengenyam pendidikan di tempat ini. (hal.45)
Assalamu’alaikum Andalusia...😄🙏
Uniknya, di kota Cordoba saat
Penulis dan rombongan berjalan kaki di tengah persiapan warga merayakan Dia de la Toma, perayaan untuk menandai
peristiwa jatuhnya Kota Granada ke tangan Isabella dan Ferdinand pada 2 Januari
1492, langkah penulis terhenti begitu melihat patung besar seorang pria
mengenakan busana gamis khas Arab dilengkapi surban dengan sebuah buku di
pangkuannya. Ternyata patung itu adalah patung Moses Maimonides 1135 – 1204 ,
teolog Yahudi yang belajar di Universitas Al Qarawiyyin, kota Fes Maroko. Pada
masa itu segala hal tentang Islam menjadi trend dan lambang kemajuan. Jadi,
tidak heran kalau cara berpakaian pun ditiru oleh orang – orang Nasrani dan
Yahudi (hal.102)
🙏🙏🙏
Menurut saya sebagai Pembaca Buku ‘Journey
to Andalusia’ yang berminat untuk segera menyusuri negeri-negeri 3 Daulah :
Buku ini walaupun ukurannya kecil
tetapi sangat bergizi. Buat pecinta sejarah,ilmu pengetahuan, perjalanan fisik
dan spiritual sangat disarankan membaca buku ini.
Cover-nya sih terkesan
"unyu-unyu" yach? Saya suka, apalagi didominasi dengan warna biru
tosca favorit saya, terkesan juga melambangkan bahwa Andalusia berada di benua
biru, benua Eropa berpadu dengan tosca
melambangkan hijau sebagai warna Islam dan kemakmuran. Terkesan unyu-unyu,
tetapi penulis menggunakan banyak referensi akurat serta bermutu untuk
menuliskannya. Bahkan referensinya ini diperdalam sejak setahun sebelum memulai
perjalanannya (Referensi-nya antara lain dari ‘Bangkit dan Runtuhnya Andalusia
: Jejak Kejayaan Peradaban Islam di Spanyol’ – DR.Raghib As-Sirjani hingga
tulisan Prof.DR Hamka bertajuk ‘Sejarah Umat Islam’ serta ‘Ensiklopedi Sejarah
Islam’ dari Tim Riset dan Studi Islam Mesir)
Jujur saja, menapak tilasi tempat
kejayaan Islam ada dalam agenda saya. Bersyukurnya saya sudah berkunjung ke
beberapa negara wilayah daulah Umayyah Dasmaskus. Tetapi ketika berkunjung ke
negeri-negeri itu, saya belum mempelajari lebih dalam tentang sejarah kejayasn
Islam disana. Oleh karena itu buku serie "Jelajah 3 Daulah" khususnya ‘Journey to Andalusia’
sangat bermanfaat buat bekal saya menuju ke sana suatu saat nanti. Aaah,
Alhambra...Cordoba...lembah Barbate...kurindu kesana..kujatuh cinta sebelum
menjejak kaki ini di buminya...
Membaca buku ini kita juga dapat
sambil belajar sejarah tanpa harus mengernyit berpikir keras dengan istilah
asing. Baca buku ini seakan kita mengikuti perjalanannya juga, sampai mengerti
pula emosi penulis dalam kunjungannya ke tempat-tempat tersebut. Penulis juga
berani meluruskan sejarah dan prinsip tokoh-tokoh Islam dengan referensi yang
akurat. Ya, saat saya di Jordania teman serombongan yang pernah berkunjung ke
Andalusia juga mengatakan bahwa banyak hal tentang kebaikan Islam
"dipelesetkan" oleh tour guide.
“Antonio, saya punya buku tentang Andalusia yang sangat lengkap. Apa
yang ditulis di buku itu berkebalikan dengan penjelasanmu. Kalau saya menemukan
terjemahannya dalam Bahasa Inggris, saya akan mengirimkannya untukmu. Mungkin
bisa menjadi pembanding. Boleh saya minta alamat e-mailmu?” (hal.78)
“Carmen, tadi kamu bercerita kalau dulu, di kota ini, umat Islam,
Kristen dan Yahudi hidup berdampingan dengan damai? Benar, khan? Lalu mengapa
Isabelladan Ferdinand memaksa mereka untuk mengubah keyakinannya, bahkan
dibunuh atau diusir dari kota ini kalau tetap memilih menjadi Muslim atau
Yahudi?” (hal.129)
Di akhir cerita perjalanannya
Penulis memberikan informasi singkat kepada Pembaca yang menambah rujukan bagi
kita yang ingin berwisata religi ke Andalusia, seperti :
- Siapa Mereka ? Di halaman 160 Penulis memperkenalkan 7 tokoh yang terdapat dalam buku ini (Musa Bin Nushair, Thariq Bin Ziyad, Tharif Bin Malik, Abdurrahman I, Ibnu Rusyd, Ibnu Bathuthah, Fatimah Al Fihri)
- Peta Andalusia di halaman 165
- 10 Warisan Andalusia Untuk Dunia di halaman 166 yang membuat saya merasa ‘wow’ karena ternyata kosmetik di dunia kedokteran , perpustakaan sumber ilmu, pembagian menu makan menjadi appetizer, main course dan dessert berasal dari kebudayaan Andalusia.
Ah buku ini membuat saya semakin
ingin bepergian ke Andalusia. Betapa kurangnya info ketika saya belajar di Eropa sehingga tidak berupaya untuk ke Andalusia. Oleh
karenanya untuk kamu yang saat ini belajar di Eropa, segeralah baca buku ini
dan berangkatlah ke Andalusia. Setelah membaca buku ini saya merasa sangat
disayangkan jika seorang Muslim/Muslimah belajar di Eropa, namun belum
mengunjungi Andalusia. Andaikan ada penerbit bersedia, alangkah indahnya jika
buku ini diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dan kemudian dipasarkan kepada
generasi muda – khususnya ke generasi muda di Indonesia dan Eropa. Saya yakin
mereka senang menerima, karena ketika saya belajar di perpustakaan Universiteit van Leiden saya melihat
beberapa mahasiswa berpenampilan trendy membawa-bawa buku Islamic Studies yang tebal. Bahkan ada “bonus” dalam buku ini bagi
pecinta serial Tintin – bahwa Tintin pernah juga ke Tanger, kota terakhir di
Afrika sebelum menyebrang ke Eropa melalui Selat Gibraltar. Dari Tanger pula
Sang Pengelana Ibn Bathuthah di tahun 1325 (600 tahun lalu) memulai
perjalanannya dan sempat berkunjung ke Samudra Pasai – Aceh.
Typo dalam buku ini nyaris tidak ada. Memang sempat terbaca 1
kalimat yang ada 2 kata yang terulang di tulis, tapi hal tersebut tidak
sedikit-pun mengganggu. Bahkan saking tidak mengganggu-nya saya tidak ingat di
kalimat yang mana..hehehe
Foto dalam buku
#Journey2Andalusia juga lumayan lengkap, walaupun ukurannya kecil. Masih bisa
dimengerti karena ini adalah buku bacaan, bukan buku khusus foto yang foto-nya
besar-besar.
🚌🚀🚶
Oh ya, tetapi jangan berharap
kalian menemukan kisah perjalanan ala backpackers. Penulis mengikuti travel ala
turis yang menginap di hotel berbintang serta resto-resto halal yang tidak
murah buat budget traveller. Jadi saya merasa cocok pula dengan gaya travelling
Marfuah Panji Astuti. ‘How to’ perjalanan juga tercantum di buku ini, dimana
penulis memberikan info tempat dan biaya kemudian ada tip moslem traveler ke
Eropa. Jadi nggak perlu bingung dengan arah kiblat, waktu shalat , masjid
terdekat serta makanan halal selama di Eropa.
✨ ♬♫🌙⭐
"Makanan halal yang
terhidang di Omar Restaurante tadi siang dan tersedianya mushala di restoran
yang letaknya sepelemparan batu dari Estadio Santiago Bernabeu itu bagaikan
angin segar. Isabella dan Ferdinand boleh saja dengan segala cara coba
melenyapkan cahaya Allah dari bumi Andalusia, tapi Allah Sang Pemilik Cahaya,
telah menuliskan takdirNya." (Hal. 146)
![]() |
Saya-pun menanti Journey to The Greatest Ottoman dan Journey to Abbasiyah |
Harga buku ‘Jelajah Tiga Daulah :
Journey to Andalusia’ yang saya beli di Toko Buku Gramedia Matraman Jakarta
Timur- tanggal 07 Februari 2017 adalah @ Rp 115.000 ,- Karena pembayarannya
menggunakan kartu kredit yang sedang promo maka saya mendapatkan diskon 30 %
hingga menjadi @ Rp 80.500 ,-
No comments:
Post a Comment