Beberapa tahun lalu saya selalu membaca berbagai buku
berthema Islam, tanpa melihat aliran atau kelompok manakah penulis/penerbit
buku tersebut meyakini. Semakin sering membaca buku-buku tersebut tanpa
bimbingan khusus guru, maka saya semakin bingung. Ada yang menuliskan bahwa
amalan harus dilakukan dengan lemah lembut, ada pula yang menceritakan bahwa
jihad adalah melakukan bom bunuh diri atau melemparkan batu-batu ke musuh
hingga sang musuh benjol. Padahal belum tentu korban bom tersebut adalah
pribadi yang mendzolimi mereka (Alhamdulillah, Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk berziarah ke Palestina ketika masih kuliah. Saat itu saya bisa duduk dengan santai bersama tentara2 Israel yang ganteng2 dengan senjata pistolnya ,tetapi mereka sedang menunggu instruksi dari atasannya agar kami mendapat izin melaksanakan ibadah shalat di kompleks Masjidil Aqsa dan Dome of The Rock. Kemudian kami berkunjung ke tempat kelahiran Nabi Isa Almasih di Betlehem yang dijaga oleh tentara muslim Palestina, dan melihat langsung saudara/i Kristiani dari berbagai penjuru dunia melakukan ibadah di gereja tersebut. Kami umat Islam tetap berdoa dan tenang, tidak mengusik mereka yang tengah beribadah di gereja tsb.) .Suatu hari saya juga pernah “diculik” oleh
seseorang dan ternyata dipertemukan dengan seseorang yang berpenampilan ala
eksekutif central business Jakarta namun menceramahi dengan berbagai tafsir.
Ujung-ujungnya saya diajak untuk ba’iat dengan membayar sejumlah uang, dan
katanya nggak akan masuk surga orang yang tidak diba’iat bersama kelompok
mereka. Yeeee, emang surga situ yang punya?!
Beberapa tahun kemudian Mom Icha menawarkan untuk menyaksikan film Jihad Selfie di Liputan
6 SCTV Tower. Ada jeda waktu kosong di hari itu, 18 Agustus 2016 (Sore harinya
ada undangan di tempat lain), sehingga saya menerima tawaran tersebut. Apalagi
nonton,Bo’...! Sekilas saya pernah mendengar judul film tersebut, sampai
akhirnya saya cari tahu di internet mengenai film ini. Ingatan mengantar film
‘Road to Heaven’ yang saya tonton di bioskop. Kisah yang dilatar belakangi
kisah bom Bali. Ternyata berbeda, film ‘Jihad Selfie’ merupakan film pendek
dokumenter.
Seusai menyaksikan film berdurasi 49 menit ini kami
dipersilakan menikmati snack dan minuman yang telah disediakan, kemudian
berdiskusi dengan Noor Huda Ismail sang sutradara serta Teuku Akbar Maulana yang menuturkan
kisahnya ketika tertarik bergabung ke ISIS hingga yang menyadarkannya untuk
kembali ke negeri tercinta, Indonesia. Tahun 2014 Akbar merupakan murid SMA
Imam Hatib,Kayseri di Turky. Ia peraih beasiswa dari pemerintah Turky untuk
belajar agama Islam.
Akbar, Huda,Crew Liputan6.com (Dok.Pribadi) |
Secara visual film ini tidak menyodorkan beraneka pemandangan
yang indah. Bahkan ada beberapa adegan sadis, untungnya hanya sekilas. Namun
film ‘Jihad Selfie’ merupakan film yang sangat dianjurkan untuk ditonton oleh ibu-ibu
muda yang anaknya beranjak remaja dan juga untuk remaja yang memasuki masa
galau. Agar remaja galau mencurahkan perasaan kepada ibu mereka, dan ibu mereka
menampung inspirasi atau kegalauan mereka. Pengertian dan komunikasi. Sayang
khan andai para ibu mendidik anak-nya dengan sebaik mungkin dan anaknya
berhasil menjadi penghafal Al QURAN, menguasai berbagai bahasa asing, cerdas
dan berpotensi, namun saat anaknya tengah menikmati prestasi-prestasinya
tersebut sekelompok mengiming-imingi surga yang belum pasti hingga potensi
dewasa mereka yang sebenarnya cerah dihancurkan bersama bom bunuh diri yang
mereka lakukan. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi
umat banyak?? Kalau bom bunuh diri manfaatnya apa? Sangat perlu diketahui bahwa
remaja yang direkrut oleh kelompok radikal ini melalui media social. Remaja
yang direkrut itu tidak ada ikatan sama sekali dengan jaringan kelompok lama
yang sudah dikenal di Indonesia.
Teknik Cinema verite ala Jean Rouch diadopsi Huda dalam
pembuatan film. Teknik tersebut adalah tanpa skenario atau skrip dari sang
sutradara. Sang sutradara bersama kamera-nya mengikuti kehidupan narasumber
film tersebut. Film memberikan kesempatan kepada penonton untuk ikut
mendengarkan suara dari berbagai pihak.
Noor Huda Ismail menyatakan bahwa ‘Jihad Selfie’ merupakan
film dengan genre : Digital Literasi dan Parenting. Karena inilah maka ia
banyak melakukan roadshow dan ‘merangkul’ para mahmud (mamah muda) anak muda
kisaran usia 20 – 26 tahun. Film ini dibuat sekaligus menyelesaikan riset
disertasi-nya di Monash University Australia. S2 International Security-nya
diselesaikan di St Andrews University, Scotlandia dengan dana dari British’s
Chevening Scholarship. Kegemarannya berpetualang ilmu ini hingga
mempertemukannya dengan teroris Kristen/Khatolik di Irlandia. Selama ini khan
kebanyakan orang mengaitkan teroris dengan Islam. Noor Huda yang percaya dengan
kekuatan film merupakan sosok yang memahami terorisme, tetapi bukan mendukung!
Juga pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian atau The Isntitute for International
Peace Building tahun 2008 dan mendapatkan penghargaan Ashoka Award 2013.
Spesial koresponden koran Amerika The Washington Post 2002 – 2005 ini bukunya “Temanku,Teroris?”
terpilih dalam Frankfurt International Book Festival 2015.
Sedangkan sebagai ‘Multimedia Producer’ film ‘Jihad Selfie’
adalah Tito Ambyo, seorang dosen bidang jurnalisme dan media di RMIT University
Australia. Saat ini tengah menyelesaikan PhD bidang Digital Ethnography di RMIT
University. Sumpaaah, saya tertarik banget dengan bidang Digital Ethnography!!!
Secara gitu beberapa tahun saya terjun ke riset marketing dan dengan metode
ethnography ginih! Asyik banget! *Bikin saya pengen survey kampus yang nyedia’in
distance learning bidang ini deh.
Jihadnya Influencers? Ya selfie dong...ke FB/IG/Twitter/Blog :D (Dok.Blogger Cihuy) |
Akbar kini bertekad untuk menjadi manusia yang lebih
bermanfaat bagi nusa, bangsa dan negara serta orang tua. Telah menerbitkan buku
yang juga akan segera diangkat ke layar lebar. Akbar mengatakan bahwa jihad
lebih mulia dengan bersenjatakan pena oleh karenanya buku ‘Boys Beyond The Light’
ditulisnya. Berjihad dengan cara sendiri dengan mengharumkan nama bangsa. Pesan
Akbar untuk remaja Indonesia yang sholeh dan sholehah, bahwa ingatlah pesan
orang tua, ridho orang tua adalah ridho Allah. Akbar teringat akan cerita
seorang remaja yang ingin berjihad menyatakan keinginannya untuk berjihad ke
medan perang, dan Rasulullah menjawab,”Jika kamu masih memiliki orang tua, maka
kembalilah ke orang tuamu dan buatlah orang tua-mu selalu tersenyum.” Itulah
jihad bagi remaja.
No comments:
Post a Comment