Dapat rezeki nobar lagi! Kali ini
dari Grazia Magazine di Plasa Senayan XXI, film Supernova yang bukunya telah
saya baca awal terbit, bahkan ikut bedah bukunya juga di Binus Kebon Jeruk
dengan Penulis-nya, Dee Lestari. Waktu ke Bedah Buku di-temanin Bimo, dan nobar
kali ini Jeng Yuli yang saya ajak.
Ketika membaca sekilas buku-nya
saya langsung “nyangkut” di tokoh Diva, tetapi di film saya justru “tidak
menemukan” tokoh satu ini. Pada film saya tidak melihat karakter yang kuat pada
diri Diva. Sayangnya saya tidak membaca ulang novel tersebut sebelum menonton,
sehingga selain tidak mengingat karakter para tokoh dan jalan cerita-nya saya
juga tidak terlalu “mudeng” dengan novel tersebut.
Jika pikiran-mu “hitam dan putih”
maka seolah kamu akan merasa turbulensi. Gimana nggak, kalau pada karakter
orang-orangnya akan kita lihat seorang istri selingkuh yang begitu dicintai
oleh suami-nya, pengusaha pria sukses dengan status belum menikah tapi “main” dengan istri
pria lain, dan 2 mahasiswa universitas papan atas di USA – bahkan yang seorang
adalah mahasiswa Kedokteran – mereka sepasang sesama jenis. Supernova? Seorang
pelacur bertarif tinggi merangkap pragawati.
Terlepas dari cerita dan
novel-nya, saya merasa terhibur dengan film ini dikarenakan visualisasi animasi-nya
keren. Masih jarang film Indonesia dewasa yang menampilkan animasi serapih ini.
Selain itu tempat shooting-nya keren-keren, Bo’! Informasinya shooting
dilakukan di Washington, Jakarta, Bali, Medan, Madura dan Labuhan Bajo. Nggak
hanya alam-nya yang indah, tetapi berbagai property (baca : gedung/bangunan)
yang tervisualisasi di film ini keren bangetz!
Visualisasi pada film terasa
halus, tidak ada kekerasan atau adegan yang “tidak diharapkan”. Misalnya saat
adegan orang yang bunuh diri, nggak terlihat tuh mata mendelik atau cipratan
darah kemana-mana.
Durasi film sempat bikin tubuh
belakang saya pegal...hihihi, ini sih karena kursi di PS memang nggak nyaman.
Sebagai orang yang nongkrongnya di bioskop, saya lumayan ngerti deh karakter
setiap bioskop di Jakarta :D
Kukejar Film Indonesia Ke Kelapa
Gading
Sama seperti 2 bulan lalu, nobar
3 Nafas Likas yang saya pergi bersama Lia, ketika itu kami melanjutkan menonton
Haji Backpackers ke Atrium XXI. Nah, kali ini saya dan Yuli lanjut ke Gading
21. Siang ini kami menyaksikan “Kukejar Cinta Ke Negeri Cina”. Saya baru ngerti
kalau film ini diadaptasi dari novel-nya Ninit Yunita. Pemain-nya yang saya
“kenal” hanya Adipati Dolken, Ray Sahetapi, Jaja Miharja dan Meriam Belina
*haiiiis, beda angkatan jauh loh daku dengan 3 nama terakhir, walaupun daku
saat SMA pernah bermain film sebagai figuran bersama Meriam Belina di
Ancol :D . Sedangkan Jeng Yuli , selain 3 nama tadi, hanya mengetahui Ernest
Prakasa yang katanya Pelawak di Stand Up Comedy. Jeng Yuli malah gak “kenal”
Adipati Dolken. Kalau wajah pemain lainnya saya merasa nggak asing-tapi gak
ingat nama mereka. Maklum-lah kalau sedang berkunjung di rumah kakak saya di
Pasar Minggu atau di hotel, saya khan suka nonton FTV. Jadi, sepertinya pemain
di film ini kebanyakan pemain FTV.
Cerita-nya (biarpun adaptasi
novel) tetap mirip FTV. Tetapi saya suka! Pertama suka-nya karena setting film
ini di Semarang – Jawa Tengah. Kekayaan wisata Semarang tergambar di film ini.
Sam Pho Kong, Klenteng di Pecinan, Lawang Sewu dan Tugu Muda, Masjid Abdurahman
sampai Masjid Agung Jawa Tengah terlihat jelas – bahkan film seakan menerangkan
bahwa sebenarnya pelaut Cina yang datang ke Semarang itu mayoritas Muslim.
Adegan Jia Li mengagumi Masjid
Agung Demak sebenarnya juga bisa menjelaskan bahwa Wali Songo memiliki
keterkaitan dengan negeri Cina, bahkan ibu Raden Patah adalah putri berasal dari Cina yang kemudian menurunkan
putri-putri priyayi Jawa salah satu-nya adalah saya.* *Bener ini, kenapa dicoret?! :p
Nah yang paling saya sukaaaa
adalah film ini menyampaikan pesan bahwa segala kecintaan di dunia ini harus
bersumber dari Maha Cinta, yakni Allah Swt. Keputusan apapun yang harus kita
ambil harus-lah karena Allah Swt. Memang sih, karena keterbatasan durasi maka
kurang rasional kalau proses menemukan cinta sejati bisa secepat itu sehingga
terkesan dipaksakan – balik jadi FTV banget kalau gini. Namun toch hati milik
Allah bukan tidak mungkin dibolak balik-NYA dengan secepat-cepatnya. Lagipula
sepatutnya saya sebagai penggemar film Indonesia menghargai usaha pembuat film dan
semua yang terlibat dalam film ini. Semoga dicatat malaikat pencatat kebaikan
sebagai ibadah berkampanye : Cinta Allah diatas segalanya.
7/24 Film Indonesia
Keesokan sore-nya saya dan Jeng
Yuli kembali ke Gading 21. Kali ini menyaksikan film 7/24 yang diperan utamakan
oleh Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo. Nggak ngira kalau Husein Alatas alias
Runner Up Indonesian Idol 2014 ikutan berperan di film ini. Huseeeeiiin....Rock
Yoooouuuu!!!!
Ya film ini diproduksi oleh MNC
Pictures. Termasuk hemat nih biaya produksi-nya karena dilakukan hanya di
beberapa tempat, antara lain Rumah Sakit (Itu-pun mayoritas hanya 1 kamar),
tempat shooting (Sepertinya di RCTI Studio deh) dan di rumah mungil sederhana
namun cantik. Banyak produk MNC grup turut serta dalam frame, antara lain RCTI,
Koran Sindo, High End Magazine, Okezone...hhhmmm apalagi ya? Asuransi yang
digunakan sih Tokio Marine, bukan MNC Life...hehehe...
Konflik film ini adalah karier
dan komunikasi di 5 tahun pernikahan. Cukup “berkelas” deh konflik dan pemecahannya.
Yang ngeselin justru salah 1
penonton tuh. Ada yang bawa anak kecil berusia sekitar 5 tahun yang berisik dan
lari-larian. Hadeeuuuh itu tuh ortu udah bisa ngedidik anaknya belum sih??!!....Jadi
ingat masa kecil saya yang selalu ditinggal di rumah jika kedua orang tua saya
ke bioskop. Ya, kedua orang tua saya juga hobby nonton ke bioskop, dan beliau
selalu tidak membenarkan saya untuk ikut jika menonton film 13 tahun
keatas....Pokoknya anak kecil nggak diajak ke bioskop (kecuali nonton film
anak-anak) atau bezoek orang sakit di RS dan tidak boleh ikut ke acara resmi orang tua-nya!
No comments:
Post a Comment