Friday, 12 December 2014

Cinta di Layar Lebar

Dapat rezeki nobar lagi! Kali ini dari Grazia Magazine di Plasa Senayan XXI, film Supernova yang bukunya telah saya baca awal terbit, bahkan ikut bedah bukunya juga di Binus Kebon Jeruk dengan Penulis-nya, Dee Lestari. Waktu ke Bedah Buku di-temanin Bimo, dan nobar kali ini Jeng Yuli yang saya ajak. 


Ketika membaca sekilas buku-nya saya langsung “nyangkut” di tokoh Diva, tetapi di film saya justru “tidak menemukan” tokoh satu ini. Pada film saya tidak melihat karakter yang kuat pada diri Diva. Sayangnya saya tidak membaca ulang novel tersebut sebelum menonton, sehingga selain tidak mengingat karakter para tokoh dan jalan cerita-nya saya juga tidak terlalu “mudeng” dengan novel tersebut.
Jika pikiran-mu “hitam dan putih” maka seolah kamu akan merasa turbulensi. Gimana nggak, kalau pada karakter orang-orangnya akan kita lihat seorang istri selingkuh yang begitu dicintai oleh suami-nya, pengusaha pria sukses dengan status belum menikah tapi “main” dengan istri pria lain, dan 2 mahasiswa universitas papan atas di USA – bahkan yang seorang adalah mahasiswa Kedokteran – mereka sepasang sesama jenis. Supernova? Seorang pelacur bertarif tinggi merangkap pragawati.
Terlepas dari cerita dan novel-nya, saya merasa terhibur dengan film ini dikarenakan visualisasi animasi-nya keren. Masih jarang film Indonesia dewasa yang menampilkan animasi serapih ini. Selain itu tempat shooting-nya keren-keren, Bo’! Informasinya shooting dilakukan di Washington, Jakarta, Bali, Medan, Madura dan Labuhan Bajo. Nggak hanya alam-nya yang indah, tetapi berbagai property (baca : gedung/bangunan) yang tervisualisasi di film ini keren bangetz!
Visualisasi pada film terasa halus, tidak ada kekerasan atau adegan yang “tidak diharapkan”. Misalnya saat adegan orang yang bunuh diri, nggak terlihat tuh mata mendelik atau cipratan darah kemana-mana.
Durasi film sempat bikin tubuh belakang saya pegal...hihihi, ini sih karena kursi di PS memang nggak nyaman. Sebagai orang yang nongkrongnya di bioskop, saya lumayan ngerti deh karakter setiap bioskop di Jakarta :D


Kukejar Film Indonesia Ke Kelapa Gading
Sama seperti 2 bulan lalu, nobar 3 Nafas Likas yang saya pergi bersama Lia, ketika itu kami melanjutkan menonton Haji Backpackers ke Atrium XXI. Nah, kali ini saya dan Yuli lanjut ke Gading 21. Siang ini kami menyaksikan “Kukejar Cinta Ke Negeri Cina”. Saya baru ngerti kalau film ini diadaptasi dari novel-nya Ninit Yunita. Pemain-nya yang saya “kenal” hanya Adipati Dolken, Ray Sahetapi, Jaja Miharja dan Meriam Belina *haiiiis, beda angkatan jauh loh daku dengan 3 nama terakhir, walaupun daku saat SMA pernah bermain film sebagai figuran bersama Meriam Belina di Ancol :D . Sedangkan Jeng Yuli , selain 3 nama tadi, hanya mengetahui Ernest Prakasa yang katanya Pelawak di Stand Up Comedy. Jeng Yuli malah gak “kenal” Adipati Dolken. Kalau wajah pemain lainnya saya merasa nggak asing-tapi gak ingat nama mereka. Maklum-lah kalau sedang berkunjung di rumah kakak saya di Pasar Minggu atau di hotel, saya khan suka nonton FTV. Jadi, sepertinya pemain di film ini kebanyakan pemain FTV.


Cerita-nya (biarpun adaptasi novel) tetap mirip FTV. Tetapi saya suka! Pertama suka-nya karena setting film ini di Semarang – Jawa Tengah. Kekayaan wisata Semarang tergambar di film ini. Sam Pho Kong, Klenteng di Pecinan, Lawang Sewu dan Tugu Muda, Masjid Abdurahman sampai Masjid Agung Jawa Tengah terlihat jelas – bahkan film seakan menerangkan bahwa sebenarnya pelaut Cina yang datang ke Semarang itu mayoritas Muslim.
Adegan Jia Li mengagumi Masjid Agung Demak sebenarnya juga bisa menjelaskan bahwa Wali Songo memiliki keterkaitan dengan negeri Cina, bahkan ibu Raden Patah adalah putri  berasal dari Cina yang kemudian menurunkan putri-putri priyayi Jawa salah satu-nya adalah saya.* *Bener ini, kenapa dicoret?! :p
Nah yang paling saya sukaaaa adalah film ini menyampaikan pesan bahwa segala kecintaan di dunia ini harus bersumber dari Maha Cinta, yakni Allah Swt. Keputusan apapun yang harus kita ambil harus-lah karena Allah Swt. Memang sih, karena keterbatasan durasi maka kurang rasional kalau proses menemukan cinta sejati bisa secepat itu sehingga terkesan dipaksakan – balik jadi FTV banget kalau gini. Namun toch hati milik Allah bukan tidak mungkin dibolak balik-NYA dengan secepat-cepatnya. Lagipula sepatutnya saya sebagai penggemar film Indonesia menghargai usaha pembuat film dan semua yang terlibat dalam film ini. Semoga dicatat malaikat pencatat kebaikan sebagai ibadah berkampanye : Cinta Allah diatas segalanya.

7/24 Film Indonesia
 
Keesokan sore-nya saya dan Jeng Yuli kembali ke Gading 21. Kali ini menyaksikan film 7/24 yang diperan utamakan oleh Lukman Sardi dan Dian Sastrowardoyo. Nggak ngira kalau Husein Alatas alias Runner Up Indonesian Idol 2014 ikutan berperan di film ini. Huseeeeiiin....Rock Yoooouuuu!!!!
Ya film ini diproduksi oleh MNC Pictures. Termasuk hemat nih biaya produksi-nya karena dilakukan hanya di beberapa tempat, antara lain Rumah Sakit (Itu-pun mayoritas hanya 1 kamar), tempat shooting (Sepertinya di RCTI Studio deh) dan di rumah mungil sederhana namun cantik. Banyak produk MNC grup turut serta dalam frame, antara lain RCTI, Koran Sindo, High End Magazine, Okezone...hhhmmm apalagi ya? Asuransi yang digunakan sih Tokio Marine, bukan MNC Life...hehehe...
Konflik film ini adalah karier dan komunikasi di 5 tahun pernikahan. Cukup “berkelas” deh konflik dan pemecahannya.
Yang ngeselin justru salah 1 penonton tuh. Ada yang bawa anak kecil berusia sekitar 5 tahun yang berisik dan lari-larian. Hadeeuuuh itu tuh ortu udah bisa ngedidik anaknya belum sih??!!....Jadi ingat masa kecil saya yang selalu ditinggal di rumah jika kedua orang tua saya ke bioskop. Ya, kedua orang tua saya juga hobby nonton ke bioskop, dan beliau selalu tidak membenarkan saya untuk ikut jika menonton film 13 tahun keatas....Pokoknya anak kecil nggak diajak ke bioskop (kecuali nonton film anak-anak) atau bezoek orang sakit di RS  dan tidak boleh ikut ke acara resmi orang tua-nya!

No comments:

Post a Comment